Still Me

by: Nabila Rhapsodios






INFO PRODUK

Judul: Still Me
Pengarang: Jojo Moyes
Penerbit: Penguin Random House UK
Bahasa: Inggris
Tahun Terbit: 2018
Jumlah Halaman: 390


PROLOG

Cerita tentang pertemuan penulis dengan novel ini terjadi, ketika penulis masih dalam tahap menamatkan novel After You. Kalau tidak salah, pada pertengahan Januari 2018, penulis sedang iseng mencari info tentang resepsi buku tersebut, kehidupan, dan karya Jojo Moyes yang lain untuk pertama kalinya. Hasil pencarian mengeluarkan informasi buku ketiga yang dilengkapi dengan gambar kover persis seperti gambar di atas, tanggal rilis, dan sedikit pendahuluan atas ceritanya. Penulis terhenyak melihat tanggal rilisnya yaitu 30 Januari 2018 (catatan: Ini versi Inggris)! Ternyata Still Me merupakan novel baru dan akan dirilis sebentar lagi. Karena mengetahui informasi tersebut, penulis buru-buru menamatkan After You. 

Kesempatan membeli novel Still Me datang ketika penulis menemani Ibu untuk jalan-jalan ke salah satu mal di kawasan Serpong. Kejadian ini terjadi di awal Februari. Di dalam mal, kita sempat berpisah karena beda kepentingan. Langsung saja, penulis menuju toko buku spesialis buku impor yang memiliki clue kata 'buku' dalam bahasa Inggris dan catchphrase Buzz Lightyear yaitu "To infinity and beyond!" Karena Still Me adalah produk baru maka diletakkan di jajaran paling depan dan ada satu yang diberdirikan pakai penopang. Tanpa pikir panjang dan mengabaikan harganya, penulis mengambil satu dari tumpukan teman-temannya. Walaupun sudah mendapatkan apa yang diinginkan, penulis menyempatkan keliling sebentar di dalam toko bukunya untuk skimming shelf sebentar. Merasa tidak ada satu pun buku yang berhasil menggelitik penulis maka penulis langsung ke kasir untuk membayar Still Me. 

Alangkah kagetnya penulis, di luar toko buku tersebut, Ibu sudah menunggu. Kita duduk sebentar di kursi yang tidak jauh dari toko bukunya. Saat penulis mengeluarkan Still Me dari kantung plastik, Ibu terkaget-kaget melihat bukunya. Ibu berasumsi bahwa penulis "berisik" ingin beli satu buku Inggris selama berminggu-minggu di rumah demi referensi untuk menyelesaikan tesis. Yah, penulis memang tidak memberi tahu dan tidak ingin juga memberitahunya. Kalau Ibu tahu, penulis pasti sedikit diberikan ceramah. 

Oh ya, ada satu lagi cerita. Singkat saja. Penulis pernah iseng menanyakan ke toko buku 'buku' dalam bahasa Inggris dan catchphrase milik Buzz yang di Depok terkait stok Still Me. Di tempat itu, masih belum menjualnya. Dengan baik hati, pegawai kasir tokonya menawarkan diri untuk mencari di toko khusus Jabotabek (catatan: Jabotabek-nya by request). Dia menemukan dua toko yang menjualnya yang salah satunya novel Still Me akhirnya terbeli oleh penulis. Walaupun pegawai kasir menawarkan untuk membelikan / memesankan Still Me atas permintaan pelanggan dan ketika novelnya tiba, pelanggan bisa mengambilnya disana, penulis dengan sopan menolak tawaran itu karena hal yang tidak bisa disebutkan di dalam blog (catatan: Toko buku spesialis impor ini memang menyediakan jasa itu. Sesekali cobalah, kawan).     

Penulis akhiri sesi prolog. Kalau terlalu panjang, jatuhnya malah menjadi diari pribadi, bukan ulasan lagi. Silakan masuk ke sesi Isi untuk mengetahui seperti apa novel ketiga dan terakhir seri Me Before You yang di bintangi oleh Louisa Clark sebagai protagonis utama.


ISI

Louisa atau biasa di panggil Lou oleh keluarga dan teman-teman dekatnya, sekarang menjadi lebih berani menginjakkan kakinya untuk pertama kali bekerja jauh dari negara asalnya. Destinasi utamanya adalah New York, Amerika Serikat. Nathan merupakan seseorang yang mengatur kepindahan Lou dari London untuk bekerja ke sana. Lou mampu mendapatkan kerja di New York berkat referensi dan rekomendasi Nathan sehingga akhirnya Lou di terima oleh perekrut (catatan: After You menyinggung sekilas proses awal tawaran pekerjaan di New York ini sampai dijelaskan sedikit faktor diterimanya Lou untuk kerjaan tersebut).

Latar belakang keluarga di New York yang merekrut Lou, mirip dengan keluarga Will Traynor. Mereka sama-sama orang kaya elit dan memiliki problematis psikis yang dimiliki oleh seorang anggota keluarga. Sampai disini saja persamaannya. 

Di Still Me, pembaca dipekerkenalkan Keluarga Gopnik yang dikepalai oleh Leonard Gopnik. Dialah yang mempekerjakan Lou dan penyebab Lou harus pindah ke New York. Leonard hanya memberi satu tugas utama kepada Lou yaitu menjadi pelindung atau teman dekat emosional untuk istrinya yang bernama Agnes Gopnik. Agnes berasal dari kelas sosial biasa saja tetapi, melejit menjadi salah seorang sosialita elit New York karena menikahi Leonard. Kenaikan kelas sosialnya Agnes menjadi pergunjingan dan fitnah kejam di kelompok sosialitas dan bahkan keluarga suaminya (mantan istri Leonard adalah pembenci Agnes nomor satu dan karenanya disiratkan dalam novel, suka menebar gosip buruk tentang dia). Agnes di caci maki sebagai gold digger, panjat sosial tiada henti, pencuri Leonard dari istri pertama, memanfaatkan Leonard yang berumur sangat tua darinya hanya untuk dapat kartu penduduk warga Amerika Serikat, bahkan status imigran yang disandang Agnes pun tidak luput dari bahan cacian. Walaupun Agnes dilimpahi kekayaan yang sepertinya cukup memenuhi kebutuhannya untuk tujuh turunan, hal yang paling dibutuhkan oleh Agnes adalah seseorang yang benar-benar memahaminya dan seseorang yang berdiri di sisinya untuk sama-sama membuktikan dirinya tidaklah seperti yang mereka gunjingkan. Lou tanpa ragu menerima tugas mulia dari Leonard tersebut karena dia melihatnya sebagai satu kali lagi kesempatan untuk menenggelamkan diri ke dalam dunia baru sesuai dengan apa yang diinginkan Will.

Selama Lou bekerja untuk Agnes atas perintah Leonard, dia merasakan gaya hidup orang kaya elit yang sangat berbeda. Dia harus ikut kemana pun Agnes pergi. Mulai dari acara amal, pameran, makan malam mewah, dan pelelangan. Bahkan ikut juga menemani kegiatan pribadi Agnes seperti ke salon, pusat kebugaran, dan tempat kursus. Semua hal ini tidak Lou rasakan saat merawat Will dulu dan terlihat di novel, Lou sangat menikmati semuanya. Baginya, New York adalah dua hal yang menggambarkan semua hal yang sering diidam-idamkannya dan titik poin kehidupan yang membuatnya menemukan jati dirinya yang sebenarnya. 

Lou mengorbankan banyak hal untuk Agnes seperti, waktu, hubungan interpersonal, dan kejujuran. Hal itu membuahkan ketegangan terhadap hubungan jarak jauhnya dengan Sam. Ya, satu di Amerika Serikat dan satu lagi di Inggris. Sedang tinggal sementara di New York, Lou bertemu seorang pria di sebuah pesta yang mengingatkannya pada mendiang Will. Pria itu memperkenalkan diri Joshua Ryan. Dia melemparkan Lou pada masa lalu dan ketika Sam bertemu langsung dengan pria itu dalam satu waktu, Sam ikut merasakan getaran kilas balik yang di alami oleh kekasihnya sehingga semakin memperumit drama jarak jauh yang sudah terjadi. 

Seperti kata pepatah lama, hal bagus tidak selamanya awet dan tiba-tiba Lou mendapati seluruh dunianya jungkir balik. Kita sebagai pembaca, hanya bisa memanjatkan harapan pada halaman per halaman, akan ada karakter yang mampu memulihkan dunia Lou ke keadaan normal.  



Final Note:

Tanpa pikir panjang, saya menilai novel Still Me layak di beri bintang sempurna yakni 5. Nilai yang jauh lebih bagus dibandingkan After You. Sampai-sampai saya membatin pada diri sendiri, Still Me seharusnya seri kedua, bukan seri ketiga. Moyes yang berperan sebagai pencipta trilogi Me Before You, tidak diragukan lagi adalah salah satu pengarang yang sangat terampil dalam menulis cerita yang menusuk hati sanubari. Karakter yang bagus dijadikan contoh dari keterampilan Moyes satu itu, tidak lain lagi adalah Lou sendiri!

Jojo Moyes
Lou kembali bertingkah sama dengan personalitasnya di Me Before You (setelah disuguhkan Lou yang 'agak bukan Lou' di After You). Saya adalah salah seorang yang sangat berdebar-debar tiap kali menantikan hal apa lagi yang Lou lakukan dan karakter kesayangan saya yang satu ini telah berevolusi sangat jauh dibandingkan dua seri sebelumnya. Saya mengikuti kisahnya seperti seorang pembaca yang bangga menjadi saksi perkembangan dan jalan hidupnya yang tumbuh pesat. 

Dia merupakan cahaya yang paling bersinar terang dan keunggulan utama di Still Me. Selama membaca ketiga trilogi Me Before You, oleh pengarangnya, saya di bawa kepada tahap hidup milik Lou. Mulai dari saat dia sedang jatuh sampai saat dia sedang di atas, kali ini di Still Me, saya dijadikan saksi atas proses penemuan jati diri Lou dan bagaimana Lou mantap mempertahankan segala keinginan dan aspirasi yang ingin diperjuangkan. Ya walau dari bukunya, setidaknya saya memetik satu hal: Kamu harus jadi orang yang agak egois supaya tetap di jalan yang telah kamu gariskan sendiri untuk sampai ke garis finish perjuanganmu. Terdengar licik? Hm, saya biarkan kalian para pembaca blog untuk mengapresiasi hal 'perlunya bersikap egois' tersebut dalam rangka berjuang mencapai mimpi dan cita-cita. Say 'Aye' or 'Nay'?  

Sifat Lou yang penuh belas kasihan, lucu, ramah, kikuk, setia, terkadang canggung, dan di waktu lain bisa menjadi orang yang menawan hati merupakan para pembela dirinya ketika dalam keadaan susah. Beragam sifat yang dimilikinya tersebut terlihat sebagai kualitas miliknya yang paling menginspirasi semua orang di dunia nyata dan di dalam novelnya untuk memberi cinta dan kasih sayang kepadanya dan semua orang yang memiliki ikatan kuat dengan seseorang. Karena Lou memiliki hal tersebut, susah membuat siapa saja untuk membencinya dan di Still Me akhirnya memberikan satu hal yang menyegarkan yakni melihat dia melangkahkan kakinya ke jalan yang diinginkan sendiri (bukan lagi dia melangkah di jalan orang lain inginkan dan arahkan seperti di Me Before You dan After You) setelah serangkaian peristiwa tragis yang pernah dilaluinya. Tantangan dan keremukan hati yang dihadapinya di New York memaksa Lou untuk keluar dari zona nyaman dan masuk ke dalam kesempatan yang benar-benar tidak bisa diprediksi. 

Kisah Lou berjalan beriringan dengan kisah Agnes. Lou dan Agnes memiliki jarak usia yang tidak terlampau jauh satu sama lain walaupun kehidupan dan sifat keduanya kontras satu sama lain. Cerita mereka yang berjalan di atas lajur yang sama, berfungsi sebagai pengingat tajam dan tepat waktu untuk Lou antara kehidupan sekaligus pertemanan dengan wanita yang beda kelas sosial dan wajah publik yang harus dipresentasikan oleh wanita dalam keadaan tertentu yang disesuaikan dengan kelas sosial yang disandang. 

Walapun adanya kontras antara Lou dan Agnes, mereka memiliki kesamaan yaitu sama-sama menjaga tetap berbesar hati, tetap ada rasa kasih sayang, dan rasa iba kepada siapa saja di dalam diri mereka masing-masing. Satu persamaan yang terlihat paling mencolok untuk saya secara pribadi adalah mereka mau belajar untuk membangun sebuah kehidupan yang dapat diklaim milik mereka seutuhnya (walaupun di akhir cerita, Agnes mengacaukan hal ini dengan keegoisan miliknya yang akhirnya membuat Lou kecewa padanya). Keterampilan Moyes dalam merajut kisah mereka yang beda kelas tetapi, harus saling bahu-membahu, dapat dikatakan benar-benar unik dan sangat menarik ketika saya membaca Still Me. 

Saya jelas menyadari bahwa tema yang terus ada dalam trilogi Me Before You adalah kuat dan rukun sesama anggota keluarga. Still Me memberi informasi terbaru atas keluarga Lou. Mulai dari ayah, ibu, saudari, keponakan laki-laki, dan kakek. Selain keluarga Lou, informasi baru juga datang dari Lily yang kebanyakan menceritakan kehidupannya bersama nenek, kakek, dan tante dari pihak ayahnya. Sepertinya Lily sangat bahagia bersama mereka dan perlahan memperbaiki perilaku liarnya. It is these little subplots, predicaments, and the hardships of their lives that make Still Me so relatable

Trilogi Me Before You memang sudah di atur sebagai novel fiksi roman. Jadi, pembaca sudah di wanti-wanti akan ada empasan roman pada hampir semua karakternya di Still Me. Sam dan Lou yang sedang berjuang mati-matian membuat bara api asmara di hati mereka tidak padam walaupun keduanya tinggal di negara berbeda. Menurut saya, mereka terlihat lucu ketika mencoba kencan dan melempar gombalan ala New Yorkers untuk pertama kali. Hubungan asmara di antara dua karakter tersebut akan meninggalkan perasaan puas dan senang setelah menamatkan novel ini, percayalah. 

Contoh selanjutnya adalah Lily dan Josh. Hubungan asmara yang di alami oleh mereka dengan love interest masing-masing, cukup juga melahirkan rasa puas di hati pembacanya (Sangat puas dalam kasus Josh! Rasakan itu akibatnya! Ups, maaf malah jadi kesal sendiri). Walaupun sayangnya, untuk Lily, tidak di gali banyak karena hanya diceritakan lewat surat yang di kirim oleh Lily sendiri kepada Lou. Lalu, ada saudari Lou yaitu Treena. Saya merasa ambivalen dengan kasus miliknya. Ya mungkin... Kebahagiannya memang seperti itu. Who knows? *shrug* 

Gaya penulisan Moyes lagi-lagi membuat saya berdecak kagum. Dia menyajikan penuturan terhadap alam pemandangan dan lalu lintas New York dengan brilian. Tidak hanya brilian di hal ini saja, dia juga brilian dalam mengungkapkan kehidupan orang kaya elit New York yang tinggal di apartemen atau rumah mewah seperti, kegiatan amal yang glamor, makan siang dan makan malam yang sangat istimewa, dan apartemen yang terdiri dari pembantu, tukang kebun, pelatih hewan, supir, dan lain-lain. Akan tetapi, tiap momen yang menyinggung semua hal tersebut, dengan cepat bisa berubah menjadi sebuah kebingungan, mudah ketebak, dan karakter yang kaku bermunculan sehingga agak menindih rasa suka cita ketika membaca Still Me. Karakter yang dijadikan representatif dalam hal ini adalah Ashok yang bertindak sebagai penjaga pintu apartemen yang ditinggali Agnes dan Leonard, Tabitha yang adalah putri Leonard dari mantan istrinya, Ilaria yang merupakan kepala pembantu yang selalu muram, dan terkadang Agnes sendiri. 

Oke. Jadi, Still Me adalah seri penutup dari trilogi Me Before You yang ditulis oleh Jojo Moyes. I love Louisa Clark, I love this trilogy (even though the second book was the least favored). Following Lou's story has been an exciting adventure, sometimes very heart wrenching and sometimes just very elevating and comical. And I loathed saying goodbye to her and to this trilogy. If you have read Me Before You and After You, then you have to read Still Me, the last in the trilogy. Be happy, Lou. Always.




~THE END~









P.S. Sepertinya kover yang warna biru sudah agak tersisih dijual di toko buku karena sudah ada kover baru yang di mata saya mungkin lebih lucu dan kuat memikat sepasang mata pengunjung yang sedang mencari novel fiksi impor (catatan: Sampai saya menulis ulasannya, Still Me belum ada edisi terjemahan bahasa Indonesia. Tunggu dan bersabarlah). Ini gambarnya:


Still Me -Revamped Cover-









    






Comments