A Brief Explanation of the Disney Animated Eras

by: Nabila Rhapsodios




Preface

A Brief Explanation of the Disney Animated Eras adalah artikel kedua yang diniatkan untuk pameran memperingati hari lahir Walt Disney di kantor (lihat: https://nabila-rhapsodios.blogspot.com/2019/12/lini-masa-singkat-walt-disney.html). Tetapi, ketika artikel ini dalam proses review and edit, penulis disarankan harus mengubahnya menjadi super singkat karena jumlah halaman yang dipakai, melebihi aturan halaman yang diperbolehkan.  Jumlah halaman yang diizinkan adalah tiga supaya hemat printing budget.  Ya... Ini bisa dibilang salah satu kejelekan penulis dimana kalau sudah menulis, tangan susah berhenti mengetik karena ide mengalir dengan liar 😅. 

Oke, balik ke cerita lagi. Penulis mengedit artikel ini dengan mudah dan mau tidak mau harus memakai judul baru karena terdapat pemangkasan halaman. Singkat cerita, versi yang inilah direstui untuk dipajang selama pameran berlangsung dan penulis harus memakai nama asli karena kalau pakai nama samaran bisa dikejar orang banyak di kantor walaupun sebenarnya ingin pakai nama samaran seperti di blog (stay secure and anonymous on online 😋). Sementara itu, artikel A Brief Explanation of the Disney Animated Eras merupakan artikel asli dan extended version-nya.  Penasaran? Skrol saja terus kurson untuk membaca! Selamat menikmati!


Main Content

Golden Age (1937 – 1942)


Image 1: Snow White and the Seven Dwarfs (1937)

Sebenarnya ada dua masa sebelum Golden Age yaitu Silent Era dan Pre-Golden Age. Tapi, Walt Disney Studios masih belum cukup membuktikan dirinya adalah studio film animasi yang kredibel dalam dua masa tersebut, maka kita langsung membahas Golden Age yang merupakan masa studio film animasi ini mendapatkan ketenaran. 


Image 2: Pinocchio (1940)

Golden Age dihiasi dengan beberapa judul film animasi, seperti Snow White and the Seven Dwarfs, Pinocchio, Bambi, Fantasia, dan Dumbo. Film animasi tersebut sering disebut “lima film fitur pertama Disney yang berdurasi panjang”. Snow White and the Seven Dwarfs adalah pelopornya, Pinocchhio, Bambi, Fantasia, dan Dumbo tinggal mengikutinya. 

Wartime Era (1943 – 1949)


Image 3: Saludos Amigos (1942)

Alasan masa ini disebut Wartime Era karena Walt Disney Studios menghadapi panasnya Perang Dunia II. Perang Dunia II menyebabkan Walt Disney Studios semakin diterpa masalah finansial serius, terlebih setelah film animasi yang sebelumnya dirilis, tidak menguntungkan mereka. Masalah tambahan muncul untuk memperparah situasi, film animasi yang diciptakan yaitu Saludos Amigos, The Three Cabellors, Mike Mine Music, Fun and Fancy Free, Melody Time, The Adventures of Ichabod and Mr. Tod tidak berhasil menarik minat publik Amerika Serikat dan Amerika Latin untuk menontonnya di bioskop. Hal ini didasari satu catatan bahwa mereka lebih memilih bertahan di dalam rumah untuk menahan pengeluaran setelah mengetahui kondisi keuangan negara sedang di titik nadir akibat Perang Dunia II. Alasan lain adalah menonton bukanlah hal utama ketika perang sedang berkecamuk. Semua hal yang telah dijabarkan ini, memaksa Walt Disney Studios untuk merumahkan beberapa karyawannya.



Image 4: Fun and Fancy Free (1947)

Satu hal yang disayangkan dari masa ini adalah film animasi yang diciptakan, menjadi sangat tidak terkenal dan mudah terlewatkan oleh publik karena permasalahan yang telah dijabarkan dalam paragraf sebelumnya. Kemudian, ketika masa Perang Dunia II, Walt Disney Studios mencoba membuat propaganda dan iklan anti-Nazi untuk mendukung tentara Amerika Serikat melawan Jerman lewat film animasi serta cerita pendek.

Silver Era (1950 – 1967)


Image 5: Cinderella (1950)

Film animasi Cinderella, Alice in Wonderland, Peter Pan, Lady and the Tramp, Sleeping Beauty, 101 Dalmatians, The Sword in the Stone, dan The Jungle Book merupakan film animasi yang masuk masa perak Walt Disney Studios dari 1950-1967. Pada era ini, Walt Disney Studios cenderung membuat plot cerita yang romantis dan melankolis. Kemudian, art, theme, dan sketch film animasi masa perak lebih berwarna, lembut, dan hidup daripada dua masa sebelumnya. Oleh sebab itu, penggemar film animasi karya studio ini sering menjadikan film pada masa perak sebagai contoh utama untuk menjelaskan apa itu film klasik karya Walt Disney kepada publik. 

Pada masa perak, Walt Disney Studios melakukan evaluasi terhadap arahan plot cerita. Hal ini dilakukan demi mengulang masa kejayaan pada tahun 1937-1942. Mereka berencana untuk masa perak dan masa seterusnya, plot cerita lebih mengandung pesan moral tinggi dan mengutamakan ramah keluarga.

Film masa perak berhasil membawa Walt Disney Studios keluar dari kesulitan finansial. Kemudian, film masa perak dari studio ini, sering dinilai oleh publik sebagai film animasi tersukses dan terlaris selama studio tersebut berdiri. 


Image 6: Mary Poppins (1964)
Salah satu tokoh penting adalah komposer Sherman Brothers. Mereka berkontribusi pada musik karya Walt Disney Studios di masa perak ini. Karya mereka yang paling terkenal dan dicintai sampai sekarang adalah film live action Mary Poppins yang berhasil menjadi musik ikonik sampai sekarang. Kesuksesan Walt Disney Studios dalam hal plot cerita bahkan musik masih bertahan sampai sekarang. Masa perak menemui titik akhir ketika Walt Disney meninggal dunia pada 1966. 

Bronze Age (1970 – 1988)

Sepeninggal Walt Disney, Walt Disney Studios perlahan mengalami kemunduran. Walaupun mempertahankan “khas Walt Disney” seperti yang terlihat di masa sebelumnya, perubahan arahan animasinya mendapatkan kritik pedas dari kritikus film dan penggemar. Selain mendapatkan tekanan dari eksternal, Walt Disney Studios juga mendapatkan tekanan internal, terlebih karena bergerumul untuk menemukan jalan dan fokus baru, tanpa ada Walt Disney yang biasa menuntun mereka. 

Image 7: The Many Adventures of Winnie the Pooh (1977)

Ciri khas masa ini adalah plot cerita menjauhi cerita dongeng dan tidak menjelajah tema yang menarik karena Walt Disney Studios ingin mencoba mengangkat plot yang lebih sekuler, lebih tertutup, dan lebih gelap. Kemudian, studio animasi ini menggunakan xerography alih-alih menggunakan hand-inked yang biasa mereka pakai. Hasil perubahan hand-inked ke xerography sangat tidak disukai oleh penonton karena dinilai “jorok”. Maksudnya adalah banyak meninggalkan garis tebal atau tipis hitam pada grafiknya. Oleh sebab itu, film animasi masa perunggu ini mendapatkan julukan “Scratchy Films”, selain julukan “Dark Age” dan “Worst Periods in the Studio’s History”. 


Image 8: The Black Cauldron (1985)

Film animasi yang masuk ke dalam masa perunggu adalah The Aristocrats, Robin Hood, The Rescuers, The Fox and the Hound, The Black Cauldron, The Many Adventures of Winnie the Pooh, The Great Mouse Detective, dan Oliver and Company. Semua film animasi ini tidak box office dan penggemar menilai film animasi masa perunggu sebagai film yang sangat buruk. Kelak film animasi tersebut mendapatkan secercah ketenaran berkat tape VHS diperkenalkan saat awal 1980-an dan akhirnya VHS banyak dibeli oleh pemilik rumah modern Amerika Serikat. 


Renaissance (1989 – 1999)


Image 9: Beauty and the Beast (1991)

Film animasi yang masuk masa ini adalah The Little Mermaid, Beauty and the Beast, Aladdin, The Lion King, Pocahontas, The Hunchback of Notre Dame, Hercules, Tarzan, dan Mulan. Semua film animasi tersebut mendapat banyak pujian karena mereka kembali pada identitas lama yaitu mengangkat cerita musikal dari dongeng terkenal di dunia dan memperluas kreativitas teknik yang mereka pakai di masa perak dan perunggu. Pada masa ini, para animator Walt Disney Studios baru memahami banyak faktor yang berhasil membuat studio ini sukses besar di masa lampau. Hal ini terjadi berkat permainan peran dari Michael Eisner selaku CEO dan animator Jeffrey Katzenberg

Image 10: Hercules (1997)

Adegan favorit bagi publik yang pernah menonton film animasi Walt Disney Studios, hampir selalu berasal dari adegan masa renaisans, terutama pada diri generasi millennial. Oleh karena itu, masa renaisans dianggap film animasi yang dapat diterima secara universal. 

Masa renaisans merupakan masa puncak Walt Disney Studios setelah bertahun-tahun tidak menghasilkan film animasi yang mencetak rekor sinema. Peristiwa penting dalam masa renaisans adalah studio animasi ini berani menciptakan musik ala broadway. Harapannya, film animasi masa renaisans akan benar-benar diangkat untuk pertunjukan teater musikal megah tersebut. Tokoh yang diajak kerjasama oleh Walt Disney Studios untuk mewujudkannya adalah komposer Alan Menken dan penulis lirik Howard Ashman. Mereka berdua masuk dalam deretan tokoh kunci Walt Disney Studios kembali bersinar. Dari tangan dingin mereka, musik dan lagu menyimpan tema penting yang ikut mempengaruhi pandangan generasi millennial seperti contoh, musik dan lagu The Hunchback of Notre Dame mengajari penontonnya untuk tidak menilai seseorang dari penampilan semata. Selain merekrut Alan Menken dan Howard Ashman, Walt Disney Studios menyewa nama-nama terkenal di Hollywood dan broadway untuk berkontribusi ke dalam film sebagai aktor / aktris pengisi suara, penyanyi atau komposer demi impian masuk broadway terkabul.

Hal yang mungkin tidak luput dari perhatian adalah masa renaisans menjadi sebuah masa pelopor Walt Disney Studios dalam membingkai karakteristik perempuan atau “princess” ideal yang dapat dijadikan panutan oleh penggemar belia. “Princess” banyak lahir di masa ini, sebut saja Ariel, Belle, Jasmine, Pocahontas, dan Mulan. Sebelum karakter “princess” tersebut ada, studio ini hanya memiliki Snow White, Aurora, dan Cinderella sebagai “princess” Walt Disney Studios. 

Post Renaissance (2000 – 2009)


Image 11: Atlantis and the Lost Empire (2001)

Post Renaissance menjadi masa yang kembali membuat Walt Disney Studios dihinggapi kabut hitam. Hal ini terjadi karena banyak studio animasi saingan yang memakai CGI, sementara Walt Disney Studios kekeuh memakai hand drawn animation. Kemudian, timing perilisan film animasi Post Renaissance berbenturan dengan tanggal rilis film blockbuster, seperti Harry Potter dan The Lord of the Rings yang dimata penonton lebih menarik. Semua hal ini menyematkan satu julukan untuk masa ini yaitu “Second Dark Age”. 



Image 12: Lilo & Stitch (2002)

Film animasi dalam masa ini meliputi Fantasia 2000, Dinosaur, The Emperor’s New Groove, Atlantis: The Lost Empire, Lilo and Stitch, Treasure Planet, Brother Bear, Home on the Range, Chicken Little, Meet the Robinsons, dan Bolt. Karakteristik film animasi tersebut adalah sangat mencoba untuk melenceng dari cerita dongeng tapi, upaya ini mendapatkan tanggapan dingin dan akhirnya kurang berhasil bersaing di sinema manapun sehingga semakin memperburuk situasi. Hanya Lilo and Stitch yang terhitung mendapatkan tanggapan sangat positif dan masuk box office pada masanya.

Studio animasi ini membuat tema cerita asli yang mampu memantik keberanian dan keteguhan dalam diri penonton. Hal ini hampir mirip dengan yang dilakukan oleh studio animasi saingan yaitu Pixar. Karakteristik lainnya, Walt Disney Studios mencoba metode baru dalam hal storytelling, spesifiknya menyematkan tema dewasa untuk penonton yang tumbuh ketika masa renaisans dan di 2000-2009 sudah menjadi remaja atau orang dewasa. 

Film animasi Dinosaur sering tertutup dengan film animasi dari masa sebelum dan masa sesudah Post Renaissance, sebenarnya merupakan usaha pertama Walt Disney Studios dalam melakukan render CGI agar tidak kalah dengan Pixar walaupun hasilnya terlihat masih tidak konsisten karena silih berganti antara CGI dan hand drawn animation. Ketertarikan mempelajari CGI akan menjadi kunci sukses film animasi penerus Post Renaissance yang banyak dicintai penggemar. 


Revival Era (2010 – Present)


Image 13: The Princess and the Frog (2009)

Masa Walt Disney Studios yang masih berjalan dan belum menemui titik akhir. Masa kebangkitan diawali dengan membeli Pixar pada 2006. Lalu, diikuti dengan restrukturisasi internal. Dua permulaan tersebut dilakukan untuk memperbaiki performa studio yang merosot selama sembilan tahun. Kehadiran Bob Iger untuk menduduki CEO dan John Lasseter dari Pixar untuk menjadi Kepala Divisi Animasi Pixar dan Walt Disney Stduios, akhirnya menjadi lentera baru untuk sebuah hal yang besar. 

Masa ini merupakan masa kembalinya Walt Disney Studios untuk mengadaptasikan cerita dongeng terkemuka di dunia yang sering ditemui pada masa emas, perak, dan renaisans. Film animasi The Princess and the Frog yang menjadi judul film pertama dalam masa ini, berhasil mencetak rekor secara global. Film animasi ini dipuji karena mempopulerkan lagi hand drawn animation yang hampir tidak dipakai lagi oleh para animator. Selesai dengan film animasi itu, Walt Disney terpikir lagi untuk menggarap film animasi yang menggunakan kombinasi CGI dan teknik animasi tradisional. Dari sini, lahirlah Tangled yang menjadi titik “membangunkan” Walt Disney Studios bahwa sedang berada di tengah waktu yang tepat untuk melakukan hal hebat. Film animasi Winnie the Pooh yang dirilis tidak lama setelah Tangled sempat melumpuhkan semangat studio animasi ini karena kesuksesannya tidak besar, tapi semangat mereka kembali naik setelah Wreck it Ralph sukses besar secara komersil. 



Image 14: Frozen (2013)

Masa kebangkitan mencapai puncak tertinggi berkat kehadiran film animasi Frozen dan Big Hero 6. Frozen menjadi pemenang nominasi Best Animated Feature dan Best Original Song dalam Academy Awards 2014, sementara Big Hero 6 mencetak rekor sebagai film animasi yang banyak direkomendasi oleh penonton selama persaingan animasi di zaman modern ini.

Judul film animasi lain yang masuk masa kebangkitan adalah Zootopia, Moana, Ralph Breaks the Internet, dan Frozen II. Film selanjutnya yang akan rilis tahun depan adalah Raya and the Last Dragon.

Salah satu peristiwa penting dalam masa kebangkitan adalah Walt Disney Studios membeli hak cipta karya Marvel Studios dan Lucasfilm. Marvel Studios adalah studio yang menciptakan karakter superheroes, seperti Spiderman, Thor, dan Iron Man. Di sisi lain, Lucasfilm merupakan pencipta Star Wars. Pembelian hak cipta ini bersifat strategis agar studio animasi ini tidak takut lagi menyasar penonton yang lebih dewasa dan sebagai cara mengubah citra bahwa film Walt Disney Studios “bukan spesialis film anak-anak dan keluarga saja”.  



Image 15: Angelina Jolie as Maleficent in Maleficent (2014)

Masa kebangkitan berjalan paralel dengan Live Action Era. Walaupun Walt Disney Studios sempat identik dengan film live action pada 1950-an, 1960-an, 1970-an dan pernah membuatkan live action 101 Dalmatians di 1990-an, film live action dari 2010 sampai sekarang dinilai berbeda karenanya berhak dibuatkan lini masa sendiri. Live action-nya merupakan remake film animasi klasik, sebut saja Alice in Wonderland yang diperankan oleh Mia Wasikowska, Maleficent dan Maleficent: Mistress of Evil yang dimainkan oleh Angelina Jolie, Pete’s Dragon yang dibintangi oleh Oakes Fegley sebagai Pete, The Jungle Book yang dibintangi oleh Neel Sethi sebagai Mowgli, Beauty and the Beast yang dibintangi oleh Emma Watson sebagai Belle, Aladdin yang diperankan oleh Mena Massoud, dan The Lion King yang diisi oleh selebritas Hollywood Donald Glover, Beyoncé, dan Chiwetel Eijofor. Masih ada beberapa judul film animasi klasik yang akan dibuatkan remake live action, seperti Mulan, The Little Mermaid, Pinocchio, Peter Pan, dan Lilo and Stitch. Kita tunggu saja informasi lanjutan dan tanggal rilis film tersebut. Bersabarlah!



Closing

Artikel ini adalah artikel terakhir dari tiga artikel yang berhasil menembus pameran. Oh... "Kemanakah yang ketiga?" Oke, oke. Artikel ketiga adalah 25 Lagu Terbaik Walt Disney Sepanjang Masa (lihat: https://nabila-rhapsodios.blogspot.com/2019/06/25-lagu-terbaik-walt-disney-sepanjang.html). Sama seperti artikel ini dan artikel lini masa, artikel lagu tersebut juga mendapatkan perubahan. Perubahannya berupa pemilihan lagu yang benar-benar dibolehkan lima saja dan harus muat tiga halaman jadi, artikel dipamerkan memakai nama baru. Sudah cukup. Itu saja terkait artikel ketiga.

Untuk menutup artikel ini dengan layak, maka penulis mengucapkan if you love this article please give it an applause and I will certainly back and make a new and exciting article on this blog. Thank you for reading it all the way through! Bye 😁.







-End-











Source: Various.





* Disclaimer: Courtesy of  Google Images.  The material published on this website is intended solely for general information and reference purposes and is not legal advice or other professional advice.   



















Comments